Selasa, 31 Juli 2012

Temporary Happiness


*post ini saya tulis pada tanggal 31 Juli 2012

Pals always know how to make my days.

Saya begitu beruntung bisa dikelilingi oleh segelintir insan yang mengantongi sejuta tawa untuk dibagi, amunisi gosip yang membuat pikiran rumit dan penat saya lepas—walau hanya sementara. Kepenatan dan masalah yang saya miliki tak akan terselesaikan dengan senyuman dari teman-teman saya, dari rasa kenyang saya mendengar gosip dari mereka, dari milyaran sekon yang saya habiskan bersama mereka, karena memang masalah tersebut hanya akan usai manakala saya menkonfrontasi. Teman hanya pelepas pilu, yang sangat ampuh.

Kesedihan hebat kembali melanda tatkala saya kembali ke rutinitas bisu saya; diam, membiarkan pikiran dengan lantangnya berteriak dalam keheningan, berkecamuk menyiksa, seakan mereka belum puas mengokupasi berhektar lahan di benak saya dengan rakus. Payah benar, lebih dari 70 kilo kombinasi daging, air, tulang dan ruh komponen tubuh ini sama sekali tak dapat berdaya melawan pikiran-pikiran saya. Minds have more strength to run a life. Miris sekali melihat raga ini tersiksa. Jangan tanyakan keadaan batin saya, tak mampu saya gunakan dari sekian ribu diksi yang saya miliki untuk mendeskripsikan kondisinya. Helplessly Hopeless.

Beruntunglah saya, teman-teman saya tahu betul apa itu pengukuhan mental dan rekonstruksi jiwa. Mereka tahu metode self makeover. Saya kembali menjadi manusia dengan status normal. Pikiran saya dijinakkan dengan rayuan tawa dan canda, dengan presensi mereka. Tidak perlu saya mencurahkan apa yang saya miliki—yang begitu berat untuk diceritakan, namun cukup dengan mereka hadir, mereka ada, mereka kembali menghangatkan dinginnya sanubari saya. Hidup terasa ringan, masalah seakan tersimpan dalam belenggu temporer yang cukup jitu untuk memperlambat kehancuran diri ini—kiamat bagi kemanusiaan diri saya. Saya percaya akan mukjizat. Mungkin adanya kemampuan manusia membangun jaringan pertemanan adalah mukjizat itu. Ketika mereka mengarang narasi yang menceritakan seseorang yang sakit keras dan divonis berumur pendek, lalu tiba-tiba umurnya dipanjangkan karena mereka dikelilingi orang-orang yang mereka cintai, saya percaya. Kemana penyakit itu pergi? Ada. Ia tetap ada. Namun­­—mere assumption saya mengatakan—karena mereka bahagia, mereka mendapatkan kembali semangat hidup yang hampir padam. Teman mengisi kembali minyak pada lenteranya. Kebahagiaan menyulam kembali semangat bagi orang-orang bermasalah untuk bertahan dalam menerima cobaannya. Tuhan membantu kita, Ia mengirimkan mukjizat; teman.

Hari ini, Selasa, 31 Juli 2012, saya menghabiskan waktu lebih dari 2 jam bercengkrama bersama teman-teman saya. Main kartu Uno, sehabis buka puasa. Tak terasa, usaha untuk melupakan masalah saya telah berhasil dilampaui lebih dari cukup. Saya senang—walau sekarang kembali sedih—teman-teman saya telah menanam memori baru yang membahagiakan. At least, I had fun.

Yeah, sometimes I missed my own smile. How long has it been since the last time I got to make it? Ah, right. It was about two hours ago. How come it could be as if I hadn’t had any for years?

Even happiness can be temporary as misery to be permanent.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar