Selasa, 15 Oktober 2013

Untuk Membuatku Bahagia, Terima Kasih

Kau dan aku hidup dalam realita interdimensi.
kau dengan semangat menyongsong masa depan yang kau laju dengan optimis,
aku tak hentinya mengetuk pintu masa lalu di mana aku tanpa bosan menjenguk memoriku.

Aku dan kau hidup dalam intersubjektivitas.
Yang aku tahu, aku meneguk manis dan lembutnya susu sapi kualitas nomor satu dengan krim berkualitas.
Yang kau tahu, kau mengunyah empedu yang dimasak sama sekali tanpa racikan bumbu penyedap.

Realita ada padamu, dan ada padaku.
Barat adalah kanan, timur adalah kiri; mencintai adalah rasa, menyakiti adalah usaha.
Kita sepaham bahwa Yin harus bersama Yang, dan Oedipus tak mungkin bersama Jocasta.

Kebohongan ada padaku, dan ada padamu.
Kau mencoba untuk terlelap di saat matahari membakar hangus seluruh pori-pori kulitmu.
Aku mencoba terjaga manakala bulan meniupkan hembusan angin yang luar biasa buatku membeku.

Hujanmu, juga hujanku.
Aku juga menitikkan air buah hasil evaporasi realita itu; aku mengakui.
Kau juga memuarakan luapan arus realita itu; aku memaklumi.

0, 05 kita pernah signifikan, kita pernah. Percayalah.
Cumlaude kita pernah berprestasi, kita pernah. Ingatlah.
Bahagia, aku pernah. Samakah?

Lagi-lagi tentang kau.
Lagi-lagi aku dan kau.
Lagi-lagi realita tentang aku dan kau.

Coba tengok aku yang sekarang terbaring lemah di atas keputusasaanku.
Masih adakah niat baik yang terselubung dalam hidupmu yang menyenangkan sekarang?

Coba toleh ke mana aku yang sekarang melangkah tersaruk-saruk dengan gembolan memoriku menuju,
Masih adakah niat baik yang terselip dalam betapa kokohnya kau berdiri sekarang?

Coba pandang kuil tempat seluruh harapan dan kejahanamanku terkubur rapat dalam pemakaman itu,
Masih adakah niat baik yang tersembunyi dalam luka yang kusayatkan pada hatimu sekarang? 

Oh, Waktu.
Berapa banyak ulang tahun yang harus kulalui hingga kau memberiku hadiah kembali ke masa itu? 

Oh, Memori.
Berapa lama harus kuhadiri perkuliahanmu hingga aku lulus dan mendapatkan harapanku jadi nyata?

Oh, Dimensi.
Berapa besar harga yang harus kubayar hingga kau sampai hati memberiku kunci menuju pikirannya?

Mungkin itulah percakapan yang hendak Jay Gatsby inisiasi dengan Daisy Buchanan.
Mungkin itulah pesan yang dituliskan dalam surat Friar Lawrence untuk Romeo.
Mungkin itulah emosi yang dirasakan Irene Adler ketika Sherlock Holmes hilang di air terjun Reichenbach.

Yang lalu biarlah berlalu, kata mereka.
Sayangnya, mereka lupa bahwa yang lalu hanyalah waktu, bukan memori, bukan kenangan, bukan perasaan.

Kau harus tetap menjadi kau.
Aku akan tetap menjadi aku.

Akhirnya, 'kau' akan tetap menjadi bukti bahwa aku pernah merasa bahagia.
Terima kasih. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar